http://1.bp.blogspot.com/-JAztj-i4vZA/UUQkuy5nbyI/AAAAAAAAAG0/Pwxi7oq1hck/s1032/HEADER.png

Minggu, 09 Februari 2014

"Sayur Duit" Hidangan Keluarga Tjia


KUALI itu berisi ”sayur duit”, sup sirip ikan, dan cah ”hoasom”. Uap tipis mengepul ke udara seperti asap dupa yang ingin ikut mengantar doa agar tahun ini berkah melimpah. Itulah hidangan santap keluarga Tjia yang berkumpul di Bogor. Mereka datang dari Surabaya, Medan, Bogor, dan Jakarta untuk merayakan Imlek.”

Ini makanan yang wajib ada, cah son, tapi kami suka bilang ini ’sayur duit’, he-he-he,” ujar Ana alias Serihana alias Shen An Na (45). Ia adalah salah seorang anggota keluarga besar Tjia yang menjadi tuan rumah untuk kumpul keluarga Tjia di Bogor.

Dia lalu menuang hidangan mirip capcai daging dengan keistimewaan taburan daun son itu dari kuali besar ke pinggan kaca. Daun son mirip daun bawang, hanya lebih besar dan lebar. Kata Ana, daun bawang son itu diimpor dari China. ”Daun bawang ini jadi rebutan. Yang banyak dapat nanti rezekinya paling banyak. Bentuknya lebar-lebar kayak duit, sih, ha-ha-ha,” ucap Ana.

Sebagai perlambang rezeki, ada pula kue mochi yang kenyal, lengket, dan berpupur wijen dengan isian kacang manis. ”Ada akhiran chi yang bunyinya mirip dengan chien, he-he-he,” kata Ana. Chien dalam bahasa Mandarin berarti ’uang’.

Menjelang Imlek boleh jadi malam tersibuk Ana. Beragam masakan khas disiapkan bersama mertuanya, Heni Maryani alias Ji Li Ying (68), yang akrab disapa Mamih, dan adik-adik iparnya. Ada juanlo alias hidangan steamboat, nien nien you yi (semacam puding berbentuk ikan, simbol agar setiap tahun diberkahi), cah hoasom alias teripang, dan sup sirip ikan buatan sendiri. Tak pakai katering.

Ana lalu menata rapi isian juanlo, seperti bakso ikan, bakso kepiting, krecek perut ikan, dan sayur-mayur, di atas piring. Di meja-meja bundar di ruang tamu telah tersedia panci dengan kompor gas kecil. Isian itu nantinya diceburkan ke panci berisi air kaldu dan dimakan panas-panas.

Sesekali keluarga yang baru tiba bertandang ke dapur menyapa Ana, Mamih, dan ketiga iparnya. Ketika sedang menata makanan, datang seorang pria dari Surabaya. ”Ni hao,” katanya sambil membungkukkan badan kepada Mamih penuh hormat.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWOSup Hisit.
Dengan sigap Mamih menghentikan kegiatannya dan membungkukkan badan. ”Ni hao,” balasnya. Lalu, keduanya bersalaman. Dapur pun menjadi tempat yang penuh pelukan, ciuman pipi kiri dan kanan, dan sesekali bungkukan hormat.

Masakan terbaik

Berkat kegesitan Ana, Mamih, dan para ipar, ragam hidangan untuk sekitar 100 orang itu satu per satu mulai tersaji, menggelitik selera. Suami Ana, Hartawan (46), berujar sebelumnya, suku Teo Chew terkenal pandai memasak. Keluarga besar Tjia merupakan suku Teo Chew. Pendahulu keluarga itu bermigrasi dari tanah asalnya di China selatan, kemudian menetap di Pulau Kijang, Kepulauan Riau. Generasi selanjutnya sebagian bermigrasi ke Bogor, membangun industri sepatu hingga mebel.

Setiap Imlek tiba, keluarga Ana dan Hartawan, yang cucu laki-laki tertua itu, ramai dikunjungi keluarga. ”Setiap tahun, kami keluarga besar satu nenek kumpul di Bogor. Nah, saya yang kebagian masak, ha-ha-ha. Kalau pesan katering, mereka bilang rasanya berbeda. Sampai bakso ikan juga bikin sendiri, nih. Rasa bakso buatan sendiri ini tidak ada di toko mana pun,” katanya.

Semua hidangan utama malam itu disiapkan dengan setulus hati dan serius. Sirip ikan, misalnya, disiapkan Ana setengah bulan sebelumnya. Sirip ikan mentah direndam dalam arak putih dan jahe, kemudian digodok dan dicuci. Begitu terus setiap hari. Tiba hari Imlek, sirip ikan dimasak menjadi sup oleh Mamih. Tidak ada selembar resep sebagai panduan. Semua jurus memasak dipelajari turun-temurun.

Demi membuat bakso makanan laut dari udang, ikan, perut ikan, dan kepiting, Ana baru rebah di tempat tidur pukul dua pagi dan bangun kembali subuh pukul lima. Menjelang Imlek, krecek perut ikan pun tidak bisa langsung digoreng agar hasilnya maksimal. ”Goreng dulu perut ikan kering di api kecil, tiriskan, baru goreng lagi di api besar. Jadinya bakal lembut sekali,” ujar Ana.

Ada pula hidangan khas hoasom alias teripang dimasak cah. Potongan hoasom yang mahal itu bergabung dengan jamur, tiram, dan daging. Semua makanan itu tidak menggunakan vetsin. Jamur menjadi penyedap rasanya.

Hormati keluarga

Keluarga menempati posisi terhormat dalam kehidupan. Makanan pun dimasak dan disajikan sepenuh hati. Hidangan-hidangan tak sekadar memanjakan lidah atau memuaskan rasa lapar, tetapi juga sarat simbol. Juanlo yang terdiri dari sayuran dan ragam bakso diibaratkan Hartawan sebagai lambang persatuan keluarga. Unsur-unsur beragam bersatu dalam satu wadah seperti macam-macam bakso dan sayur yang berkumpul di dalam panci steamboat.

Saat-saat seperti Imlek itulah keluarga besar bersungguh-sungguh menyempatkan diri berkumpul dan berbagi cerita, sehangat kuah kaldu juanlo. ”Semua menyempatkan diri untuk datang sekalipun tinggal jauh di luar kota,” kata Hartawan.

Tiba saatnya makan malam dan sembilan bersaudara satu nenek marga Tjia duduk berkeliling di meja bundar. Kompor steamboat sudah menyala dengan bakso dan sayur berenang-renang di dalamnya. Tumpukan piring dan sumpit tertata untuk setiap pria pemimpin di keluarganya. Dengan bersahaja, mereka mulai makan. Para istri menempati meja bundar lain di sebelahnya, ramai bersenda gurau sambil mencomoti hidangan dengan sumpit.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWOAneka Bakso Ikan.
Para cucu dan cicit terpaksa menahan lapar mereka sejenak, menunggu yang lebih tua selesai menikmati makanan. Setelah itu, mereka bersantap. ”Dulu, hanya para lelaki yang makan pertama-tama, baru perempuan. Sekarang zaman sudah berbeda, perempuan makan berbarengan dengan laki-laki. Tetapi, mereka yang muda tetap belakangan,” tutur Hartawan.

Keandalan Ana dan Mamih mengolah bahan pangan terbukti begitu lidah menyantap hidangan. Sirip ikan yang lembut mirip suun itu terasa gurih dan segar dalam kuah kaldu. Hoasom yang kenyal meresap rasa manis dari bumbu cah. Daun son yang hijau segar dan renyah menerbitkan selera dan kisah di baliknya membuat semangat mengambil sebanyak-banyaknya. Dan, tentu saja isian juanlo yang dijerang di atas api menghangatkan malam dan membangkitkan energi.

Tawa dan canda lepas di ruang keluarga Hartawan dan Ana. Suasana hangat mengalahkan udara malam Bogor yang dingin lantaran gerimis mengguyur kota. Gong xi, gong xi.... (Indira Permanasari)  

Editor: Sutrisno Abdul Malik
Sumber: kompas.com


Sameera ChathurangaPosted By Sutrisno A. Malik

Siap Melayani Pembelian Tiket Pesawat Murah dan Cepat Untuk Anda '24 JAM'.

Hubungi saya via:

- Twitter: @sutrisnoam / @sindangwangitur

- Facebook: sindangwangitour - Phone / Whatsapp: 0812 2823 9730

0 Responses So Far:

Posting Komentar